Sejumlah pihak
mengeluarkan respon atas usulan Menko Perekonomian Hatta Rajasa tentang
penyatuan zona waktu Indonesia. Ada yang pro dan kontra.
Stadion Berita merangkum komentar-komentar tersebut untuk anda.
Stadion Berita merangkum komentar-komentar tersebut untuk anda.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan
Kebijakan Publik UGM Tony Prasentiantono mengkritisi wacana tersebut.
"Kalau berbicara transfer atau transaksi, ya masuk akal karena
mempercepat transaksi, tapi secara kodrat itu menyalahi"
Bursa Efek Indonesia (BEI)
menyarankan agar penyatuan zona waktu ditinjau kembali sehubungan dengan
wilayah Indonesia yang dinilai teralu lebar.
"Kalau zona waktu diberlakukan, perlu ditinjau, Indonesia merupakan
wilayah yang terlalu luas untuk memberlakukan perubahan zona waktu tersebut" Direktur Utama BEI, Ito Warsito Pengusaha
sepakat dengan rencana Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa untuk
menyatukan zona waktu di Indonesia.
"Itu baik buat kita. Kalau kita lihat sekarang, jam kita belum buka
perdagangan, tetapi yang lain sudah buka" Ketua Pengusaha Indonesia Sofjan
Wanandi
Deputi Gub BI Ronald Waas mengatakan,
selama ini sistem Real Time Gross Settlement (RTGS) dan kliring di BI
tersentralisasi, Sementara tiga zona waktu mengakibatkan RTGS dan kliring tidak
bisa dilakukan secara bersamaan.
"Kita (BI) dengan tiga zona waktu selama ini tidak ada masalah, cuma
kalau kebijakan itu jadi dilaksanakan tentu memudahkan," kata Ronald
Menteri Keuangan Agus Martowardjojo
menyatakan dukungannya walaupun dia mengetahui secara persis ide zona satu
waktu tersebut seperti apa.
"Tapi kalau hanya dibikin satu waktu, Indonesia yang sebegini lebar
nya gitu dari aceh sampai merauke, kalau satu waktu mungkin mesti dikaji dengan
hati-hati" "Kalau tiga waktu dirubah, rasanya
setuju, tapi jadi dua atau jadi satu, tentu bisa kita bicarakan tetapi bahwa di
Indonesia barat khususnya sumatera barat, sumatera utara kemudian jamnya adalah
satu jam di belakang singapura, kurang tepat gitu jadi istilahnya, seperti kita
kurang agresif menjaga produktifitas."
Kepala Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko menilai penerapan
tiga waktu berbeda di satu wilayah negara, seperti yang diterapkan di
Indonesia, pada dasarnya tidak perlu.
"Kalau disatukan lebih positif"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar